Dari Papua ke Roma: Perjalanan Iman Tak Terduga di JOY 2025
- Domus Cordis
- 24 Sep
- 3 menit membaca
Diperbarui: 8 Okt
Pernahkah kamu punya mimpi yang rasanya mustahil, tapi entah bagaimana akhirnya jadi kenyataan? Itu yang saya alami tahun ini. Nama saya Silvana ā anggota Domus Cordis (DC) Mission, dan saya ingin berbagi pengalaman luar biasa ketika Tuhan membuka jalan bagi saya untuk mengikuti Jubilee of Youth (JOY) 2025 di Roma.
Bayangkan: Pintu Suci (Holy Door) hanya dibuka sekali dalam 25 tahun, dan saya begitu rindu untuk bisa melangkah melewatinya. Masalahnya, tidak ada kontingen resmi dari Indonesia, sedangkan biaya tur cukup tinggi. Dengan pendapatan seadanya sebagai karyawan baru, rasanya mustahil. Jadi saya berdoa sederhana:
āTuhan, kalau memang Engkau mengizinkan, bukakanlah jalan. Kalau tidak, biarlah aku tetap bersyukur.ā
Jalan yang Tak Terduga

Awal tahun, saya melihat status teman lama di komunitas Domus Cordis, Thia (pernah bergabung sebagai anggota DC Mission). Ia membagikan flyer JOY 2025 kontingen Malaysia dengan harga backpacker yang lebih terjangkau. Dari situlah muncul pertanyaan: ikut tur resmi, atau gabung dengan kontingen Malaysia?
Setelah doa dan diskresi, saya mengambil langkah iman. Saya menghubungi Thia, lalu diarahkan ke Karen, koordinator kontingen Malaysia. Ia meminta saya memastikan dulu apakah ada kontingen dari Indonesia (ternyata tidak ada). Akhirnya, saya bergabung dengan rombongan Malaysia. Puji Tuhan!
Namun perjuangan belum selesai. Dari Jayapura, saya harus mengurus visa Schengen, membeli tiket pesawat sendiri, dan mengajukan cuti kerja. Anehnya, semua berjalan mulusāseolah Tuhan sendiri yang melapangkan jalan.
Kekhawatiran yang Tak Perlu

Jujur, saya sempat overthinking. Takut tidak cocok dengan orang Malaysia, takut kendala bahasa, takut jadi āorang asingā di grup mereka. Tapi semua ketakutan itu sirna. Saya malah diterima dengan sangat hangat. Dari Malaysia, saya bergabung dengan 8 orang (termasuk seorang Romo) yang lebih dulu singgah ke Lourdes sebelum menuju Roma.
Hidup sebagai Peziarah
Sesampainya di Roma, kami tinggal di auditorium sederhana bernama Pala Rinaldi, Anzio, bersama 121 orang kontingen Malaysia plus ratusan peziarah lain. Hidup peziarah jauh dari nyaman:
Harus jalan kaki 26 menit ke stasiun setiap hari.
Tidur di sleeping bag beramai-ramai, tanpa privasi, WC terbatas.
Jalan kaki dan antri panjang hampir setiap saat.
Perjalanan ke Tor Vegata (lokasi misa bersama Paus) yang super melelahkan: berjalan 7 km di bawah terik matahari, tidur di tanah berbatu berdebu, kehujanan, tak bisa mandi, lalu masih harus jalan 5 km lagi saat pulang.

Di tengah semua itu, saya sadar: saya punya pilihan untuk marah, menyerah, atau⦠belajar. Dan ternyata, Tuhan pakai ketidaknyamanan itu untuk menempa saya. Saya belajar bersabar, toleransi, saling menguatkan, dan bersyukur.

Kehidupan Rohani yang Menyegarkan
Sebelum berangkat, kami rutin Whatsapp call untuk doa. Di Roma, setiap hari kami ikut Misa, malamnya berdoa Rosario bersama sebelum makan malam. Saya merasakan sendiri bagaimana Misa, doa, dan persaudaraan sederhana membuat perjalanan ini terasa ringanāmeskipun fisiknya berat.

Pelajaran Iman dari JOY 2025
Dari pengalaman ini, saya semakin yakin akan tiga hal:
Mintalah, carilah, ketuklah (Mat 7:7-8). Saya minta kesempatan ke Holy Door, dan Tuhan bukakan jalan melalui kontingen Malaysia. Jangan takut meminta pada Tuhanājika itu baik, pasti Ia berikan.
Jika Tuhan memberi, Ia sertakan kekuatan (Ef 3:20). Saat saya khawatir, Tuhan hadir melalui Misa, rosario, dan teman seperjalanan yang jadi seperti keluarga.
Pengharapan tidak mengecewakan (Rom 5:5). Selalu libatkan Tuhan dalam doa dan diskresi. Hasilnya mungkin berbeda dari bayangan kita, tapi selalu indah dan tak terlupakan.

Saya pulang dengan hati penuh syukur. Dari Papua ke Roma, Tuhan menuntun setiap langkah. JOY 2025 bukan sekadar perjalanan fisik, tapi perjalanan iman yang akan selalu saya kenang.
Kesimpulan
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa mimpi yang tampaknya mustahil dapat menjadi kenyataan. Dengan iman dan doa, kita dapat menemukan jalan yang tidak terduga. Saya berharap cerita ini dapat menginspirasi orang lain untuk terus berdoa dan percaya pada rencana Tuhan. Setiap langkah yang kita ambil, meskipun penuh tantangan, adalah bagian dari perjalanan iman yang lebih besar.
Penulis: Silvana - DC Mission Jayapura



























Komentar